Imam An-Nawawy mengatakan : “Pandangan kepada selain mahram
secara tiba-tiba tanpa maksud tertentu pada pandangan pertama maka tak ada
dosa. Adapun selain itu, bila ia meneruskan pandangannya maka hal itu sudah
terhitung sebagai dosa”. (Syarh Shohih Muslim 4/197).
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan manusia, maka
tentunya Allah pun telah mengatur segala aspek kehidupan manusia, termasuk
didalamnya bagaimana hukum yang berlaku bagi laki-laki dan wanita yang tidak
semahram dalam memandang dan berjabat tangan. Olehnya kita simak uraian dalil
Al-Quran dan Sunnah tentang masalah ini, agar hati kita tenang dan dapat
mengamalkannya sesuai dengan perintah agama.
Adapun dalil dari Al-Qur`an :
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surah An- Nuur :
31
وَقُلْ
لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka
menundukkan pandangannya”.
Ayat ini menunjukkan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala
kepada wanita-wanita mu’minah untuk menundukkan pandangannya dari apa yang
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah haramkan, maka jangan mereka memandang kecuali
apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah halalkan baginya.
Berkata Ibnu Katsir rahimahullah : “Kebanyakan para ulama
menjadikan ayat ini sebagai dalil tentang haramnya wanita memandang laki-laki
selain mahramnya apakah dengan syahwat atau tanpa syahwat”. (Tafsir Ibnu Katsir
3/345).
Imam Al-Qurthuby rahimahullah menafsirkan ayat
ini : “Allah Subhanahu wa Ta’ala memulai dengan perintah menundukkan pandangan
sebelum perintah menjaga kemaluan karena pandangan adalah pancaran hati. Dan
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan wanita-wanita mu’minah untuk
menundukkan pandangannya dari hal-hal yang tidak halal. Oleh karena itu tidak
halal bagi wanita-wanita mu’minah untuk memandang laki-laki selain mahramnya”.
(Tafsir Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an 2/227).
Imam Asy-Syaukany rahimahullah berkata: “Ayat ini
menunjukkan haramnya bagi wanita memandang kepada selain mahramnya”. (Tafsir
Fathul Qodir 4/32).
Muhammad Amin Asy-Syinqithy rahimahullah berkata: “Ayat ini
menjelaskan kepada kita bahwa yang menjadikan mata itu berdosa karena memandang
hal-hal yang dilarang berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surah
Ghofir ayat 19 :
يَعْلَمُ خَائِنَةَ
الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُوْرِ
“Dia mengetahui khianatnya (pandangan) mata dan apa yang
disembunyikan oleh hati”.
Ini menunjukkan ancaman bagi yang menghianati matanya dengan
memandang hal-hal yang dilarang”.
Al-Imam Al-Bukhary rahimahullah berkata : “Makna dari ayat
(An-Nuur : 31) adalah memandang hal yang dilarang karena hal itu merupakan
pengkhianatan mata dalam memandang”. (Adhwa` Al-Bayan 9/190).
Dalil-dalil dari Sunnah :
Dari Abi Sa’id Al-Khudry radhiyallahu ‘anhu riwayat
Bukhary-Muslim, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘alahi wasallam bersabda :
إِيَّاكُمْ
وَالْجُلُوْسَ فِي الطُّرُقَاتِ قَالُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا لَنَا بُدٌّ مِنْ
مَجَالِسِنَا نَتَحَدَّثُ فِيْهَا قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلاَّ الْمَجْلِسَ فَأَعْطُوْا
الطَّرِيْقَ حَقَّهُ قَالُوْا وَمَا حَقُّهُ قَالَ غَضُّ الْبَصَرِ وَكَفُّ
الْأَذَى وَرَدُّ السَّلاَمِ وَالْأَمْرُ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيُ عَنِ
الْمُنْكَرِ
“Hati-hatilah kalian dari duduk di jalan-jalan, mereka
bertanya : “Wahai Rasulullah, apakah ada apa-apanya (bahayanya) dari
majlis-majlis yang kami berbicara didalamnya ?, Rasulullah shollallahu ‘alaihi
wa ‘alahi wasallam menjawab : “Apabila kalian tidak mau kecuali harus bermajlis
maka berikanlah bagi jalanan haknya”, mereka bertanya : “Dan apa haknya jalanan
itu ?”, Rasulullah menjawab : “Menundukkan pandangan, menahan diri dari
mengganggu, menjawab salam dan amar ma’ruf nahi mungkar”.
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bary (11/11) :
“Dalam hadits ini terdapat petunjuk bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa
‘alahi wasallam melarang duduk di jalan, hal ini untuk menjaga timbulnya
penyakit hati dan fitnah dari memandang laki-laki atauipun wanita selain
mahramnya”.
Berkata Syamsuddin Al-‘Azhim Al-Abady sebagaimana dalam
‘Aunul Ma’bud (13/168) : “ghodhdhul bashor (menundukkan pandangan) yaitu
menahan pandangan dari melihat yang diharamkan”.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu riwayat Bukhary-Muslim,
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘alahi wasallam menegaskan :
إِنَّ اللهَ كَتَبَ
عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيْبَهُ مِنَ الزَّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ
فَالْعَيْنَانِ زَنَاهُمَا النَّظَرُ وَالْأُذَنَانِ زِنَاهُمَا الْإِسْتِمَاعُ
وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ
زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ
وَيُكَذِّبُهُ
“Sesungguhnya Allah telah menetapkan bagi setiap anak Adam
bagiannya dari zina, ia mengalami hal tersebut secara pasti. Kedua mata zinanya
adalah memandang, kedua telinga zinanya adalah mendengar, lisan zinanya adalah
berbicara, tangan zinanya adalah memegang dan kaki zinanya adalah berjalan dan
hati berhasrat dan berangan-angan dan hal tersebut dibenarkan oleh kemaluan
atau didustakannya”.
Imam Bukhary dalam menjelaskan hadits ini menyatakan bahwa
selain kemaluan, anggota badan lainnya dapat berzina, sebagaimana beliau
sebutkan dalam sebuah bab bahwa selain kemaluan, anggota badan lainnya dapat
berzina.
Dan Al-Hafizh Ibnu Hajar telah menukil dari Ibnu Baththol,
beliau berkata bahwa : “mata, mulut dan hati dinyatakan berzina karena asal
sesungguhnya dari zina kemaluan itu adalah memandang kepada hal-hal yang
haram”. (Fathul Bary 11/26).
Maka dari pernyataan ini menunjukkan bahwa hukum memandang
kepada selain mahram adalah haram karena memandang adalah wasilah (jalan) yang
mengantar kita untuk berbuat zina kemaluan yang mana hal itu termasuk dosa
besar.
Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata :
يَتَحَقَّقُ رَجُلٌ
مِنْ جُحْرٍ فِيْ حُجَرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ
وَسَلَّمَ وَمَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ مدري
يحك به رأسه فقال لو أعلم أنك تنظر لطعنت به في عينك إنما جعل الاستئذان من أجل
البصر
“Seseorang dari satu celah mengamati kamar-kamar Nabi
shollallahu ‘alaihi wa ‘alahi wasallam dan pada Rasulullah shollallahu ‘alaihi
wa ‘alahi wasallam ada sisir yang beliau menggaruk kepalanya, maka beliau
berkata : “Sekiranya saya tahu engkau memandang (kekamarku) maka akan
kutusukkan sisir ini ke matamu, sesungguhnya diberlakukannya meminta izin itu
karena alasan pandangan”. (HR. Bukhary-Muslim).
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata : “Hadits ini menunjukkan
disyari’atkannya meminta izin disebabkan karena hal memandang dan adapun
larangan memandang ke dalam rumah orang tanpa memberitahu pemiliknya karena
dikhawatirkan ia akan melihat hal-hal yang haram”. (Fathul Bary : 11/221).
Dari Jarir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu :
سَأَلْتُ رَسُوْلَ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ
فَأَمَرَنِيْ أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِيْ
“Aku bertanya kepada Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa
‘alahi wasallam tentang memandang secara tiba-tiba, maka Rasulullah shollallahu
‘alaihi wa ‘alahi wasallam memberi perintah kepadaku : “Palingkanlah
pandanganmu”. (HR. Muslim).
Syeikh Salim Al-Hilaly hafizhohullah berkata : “Hadits ini
menjelaskan bahwa tidak ada dosa pandangan kepada selain mahram secara
tiba-tiba (tidak disengaja) akan tetapi wajib untuk memalingkan pandangan
berikutnya, karena hal itu sudah merupakan dosa”. (Bahjatun Nadzirin 3/146).
Imam An-Nawawy mengatakan : “Pandangan kepada selain mahram
secara tiba-tiba tanpa maksud tertentu pada pandangan pertama maka tak ada
dosa. Adapun selain itu, bila ia meneruskan pandangannya maka hal itu sudah
terhitung sebagai dosa”. (Syarh Shohih Muslim 4/197).